ABI SEULIMUEM
TEUNGKU ABDUL WAHAB
SEULIMUEM.
Silsilah dan Pendidikan.
TEUNGKU ABDUL WAHAB YANG lahir pada TAHUN 1898 merupakan anak dari SEORANG KEPALA KAMPUNG (GEUCHIEK) BUGHA , KECAMATAN SEULIMUEM, ACEH BESAR. Sebagai anak yang terlahir pada masa perjuangan melawan Belanda.
TEUNGKU ABDUL WAHAB berkarakter TEGAS , BERANI, JUJUR serta SANGAT BENCI TERHADAP SIFAT PENJAJAHAN.
TEUNGKU ABDUL WAHAB menempuh pendidikan pertama pada Governement inlands cheschool di SEULIMUEM mulai tahun 1913.
Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan pada sebuah DAYAH TERKENAL YAITU :
DAYAH JEUREULA di KECAMATAN SUKAMAKMUR ACEH BESAR.
Di Dayah ini ia belajar dari tahun 1913 hingga tahun 1925.
Selama pendidikan di DAYAH, ia banyak belajar bahasa ARAB, FIQIH, TASAUF, TAUHID, SEJARAH, HADIS dan TAFSIR.
Di samping belajar dengan tekun di DAYAH itu, ia juga mulai berpikir untuk memperbaharui SISTEM PENDIDIKAN ISLAM demi kemajuan UMAT ISLAM, walaupun dengan bentuk yang sangat terbatas.
Misalnya, dengan menganjurkan pembuatan RUANG-RUANG KELAS BELAJAR.
Ia juga mempelopori pembentukan organisasi para pelajar, dengan mendirikan semacam KOPERASI di DAYAH JEUREULA.
Setelah lama belajar di Dayah, sekitar 12 tahun, ia di nyatakan selesai studinya dan MENDAPAT. DALAM tkan IJAZAH untuk mendirikan tempat pendidikan baru atau DAYAH.
Sebagai Pendidik dan Pembaharu Sistem Pendidikan
Cita-citanya untuk membangun sebuah pendidikan dan mengembangkan ILMU pengetahuan yang sudah di perolehnya untuk di sebarkan kepada orang lain menjadi kenyataan.
Pada tahun 1926, ia mendirikan sebuah DAYAH, Dayah tersebut di beri nama MADRASAH Najdilah bertempat di KENALOI, Kecamatan SEULIMUEM, ACEH BESAR.
Seperti halnya sebuah Dayah, selain empunyai balai ruang belajar, ia juga mempunyai MUSALLA (meunasah) dan rangkang-rangkang (asrama) bagi para siswa yang belajar di DAYAH tersebut.
Dalam waktu yang relatif singkat, Madrasah Najdila telah mempunya bayak siswa yang datang dari seluruh Aceh.
Pembaharuan sistem PENDIDIKAN ISLAM sudah lama ia fikikan bahkan ketika masih belajar di DAYAH.
Cita-cita itu kemudian ia wujudkan dalam bentuk nyata, ia merubah nama Madrasah Najdilah menjadi perguruan ISLAM.
Tidak hanya nama yang ia rubah, tetapi sistem pendidikan yaitu kurikulum di perbaharui dan sistem belajar di sesuaikan dengan sistem pendidikan PERGURUAN THAWALIB DI SUMATERA BARAT.
Dayah Kenaloi termasuk Dayah yang mempeloporipembaharuan sistem pendidikan di Aceh.
Di bawah pimpinan TEUNGKU ABDUL WAHAB, segera merubah sistem pendidikan tradisional menjadi sistem sekolah/madrasah dengan menggunakan meja dan bangku, meskipun pada awalnya dari bahan-bahan yang sangat sederhana.
Perguruan Islam ini terdiri dari dua tingkat, yaitu tingkat Ibtidaiyah (SEKOLAH DASAR ISLAM ) dan Tsanawiyah (SEKOLAH MENENGAH ISLAM).
Bersama dengan pembaharuan sistim pendidikan, juga di bangun gedung-gedung tempat belajar.
Guru yang mengajar di perguruan Islam pada mulanya adalah Teungku Muhammad Ali Ibrahim sebagai kepala sekolah dan Ali Hasjmy sebagai guru.
Namun, mereka kemudian melanjutkan studi ke Sumatera Barat, yaitu pada perguruan Thawalib Parabek dan pergguruan Thawalib di Padang Panjang.
Ali Hasjmy kemudian melanjutkan lagi pendidikannya ke Al-Jamiah Al-Islamiyah di padang.
Setelah selesai belajar, mereka kembali ke Aceh dan mengajar di perguruan Islam ini.
Sekembalinya Teungku MUHAMMAD ALI IBRAHIM DAN ALI Hasjmy ke Aceh, mereka terus menyumbangkan ILMUNYA pada PERGURUAN ISLAM SEULIMUEM.
Selain kedua orang itu, ada lagi para pelajar lain, ysitu Said Abu Bakar (lulusan Thawalib Padang Panjang dan Al-Jamiah Al-Islamiyah Padang), dan Ahmad Abdullah (lulusan Normal Islam Padanag). Dengan empat orang pengajar itu, yang di pimpin oleh Teungku Abdul Wahab, Perguruan Islam Seulimum mencapai kemajuan yang sangat pesat sehingga menjadi salah satu Madrasa yang sangat terkenal pada waktu iatu. Dengan demikian, dalam bidang pendidikan, Teungku Abdul Wahab telah berbuat banyak terhadap kemajuan umat Islam.
Kemandirian.
SEMBOYAN TEUNGKU ABDUL WAHAB ADALAH ‘ULAMA tidak saja mewariskan ILMU PENGETAHUAN kepada manusia, tetapi juga harus mampu membantu orang yang membutuhkan bantuan atau kesulitan.
Hal ini, mendorong Teungku Abdul Wahab bahkan selagi masih di bangku belajar telah berusaha untuk mencari nafkah sendiri. Kecuali menjahit untuk mendapat nafkah hidup, ia juga menganjurkan untuk mendirikan sebuah badan usaha untuk para pelajar. Dapat di katakan untuk pertama kali adanya semacam usaha koperasi dalam Dayah-dayah di Aceh.
Untuk membiaya kebutuhan Dayah, Teungku Abdul Wahab mendirikan sebuah usaha perkayuan di Gle Pnca, Aceh Besar. Dengan demikian, Teungku Abdul Wahab tidak saja memikirkan untuk dapat belajar sesaat bagi muridnya, tetapi yang lebih penting adalah kelanjutan pendidikan tersebut.
Selain itu, atas prakarsa Teungku Abdul Wahab, sekitar tahun 1930 Teuku Panglima Polem Muhammad Daud, Kepali Sagi XXII Mukmin, mendirikan sebuah badan Baitul Mal itu, hara agama dan zakat dalam wilayah Sagi XXII Mukim menjadi terurus sihingga dapat membantu membiayai Madrasah yang berada dalam Wilayah tersebut.
Oleh karena itu, Madrasah-madrasah yang ada dalam wilayah Sagi XXII Mukim lebih terjamin kelanjutannya pada waktu itu.
Teungku Abdul Wahab dan PUSA
Rasa kebenciannya kepada Kolonal Belanda sangat tinggi bahkan ketika masih belajar di Dayah Jeureula, ia sudah bercita-cita untuk mengusirpenjajahan Belanda. Apalagi setelah ia mendirikan perguruan Islam.
Kepada murid-muridnya selalu di pupuk semangat kemerdekaan dan rasa cinta taah air, sehingga Pergurusn Islam selain sebagai tempat belajar, juga sebagai tempat membina kader-kader pejuang kemerdekaan tanah air. Oleh sebab itu Perguruan Islam Seulimuem sering di curigai dan selalu di awasi oleh Kolonial Belanda.
Kepada murid-muridnya selalu di pupuk semangat kemerdekaan dan rasa cinta taah air, sehingga Pergurusn Islam selain sebagai tempat belajar, juga sebagai tempat membina kader-kader pejuang kemerdekaan tanah air. Oleh sebab itu Perguruan Islam Seulimuem sering di curigai dan selalu di awasi oleh Kolonial Belanda.
Rasa sedih melihat oang-orang teraniaya, mendorong Teungku Abdul Wahab tampil menjadi pembela rakyat tertindas. Pada masa penjajahan, sering kali rakyat lemah di seret ke pengadilan Belanda karena masalah yang kecil. Pada saat seperti itu, Teungku Abdul Wahab tampil sebagai pembela rakyat yang teraniaya, ia menjadi pengacara bagi yang terimdas dengan tidak mengharap imbalan.
Pada waktu Persatuan ‘Ulama Seluruh Aceh (PUSA) di bentuk pada tahun 1939, Teungku Abdul Wahab terpilih menjadi salah satu pengurus pusat PUSA. Di samping menjadi pengurus pusat, Teungku Abdul Wahab, juga merangkap menjadi ketua umum Pusa Aceh Besar, Ali Hasjmy dan Ahmad Abdullah sebagai pimpinan pemuda PUSA dan Kepanduan Islam Aceh Besar.
Gerakan Fujiwa-Kikan
Keinginan dan usaha mengusir penjajahan di Aceh, terus di lakukan oleh asyarakat dengan harapan dapat hidup bebas dan merdeka. Untuk itu, berbagai cara di tepuh. Sebagaisalah satu wujud dari gerakan tersebut, pada bulan Februari 1942, di bawah pimpinan Teungku Abdul Wahab, Ali Hasjmy, dan Ahmad abdullah, pecah perlwanan bersenjata terhadap kekuasaan Belanda di Seulimuem. Pada itu seorang pamong praja Belanda yaitu Controleur Tigelman mati di bunuh.
Markas perlawanan rakyat di pindahan dari Keunaloi ke Dataco, sekitar 15 Km ke Selatan Kota Seulimuem . Teungku Abdul Wahab sebagai pimpinan dan Ali Hasjmy ikut pindah, sedangkan Ahmad Abdullah di tugaskan ke Samalanga untuk melakukan gerakan di daerah tersebut, sementara Said Abu Bakar bergerak dari kampung ke kampung dalam membangkitkan semangat rakyat menentan kekuasaan Belanda di Aceh.
Gerakan Fujiwara-Kikan sebagai salah satu gerakan perlawanan terhadap kekuasaan Belanda bertujuan memuluskan pendaratan Jepang di Aceh. Gerakan itu kemudian menyebar keseluruh daerah Aceh. Hasilnya, sebelum tentara Jepang mendarat di Aceh tahun 1942, tentara Belanda telah melarikan diri dari Aceh.
Setelah Jepang mendarat beberapa bulan di Aceh pemimpin PUSA dan pemuda PUSA, mengadakan perundingan rahasia untuk menilai politik Jepang. Hasil dari perundingan itu, mereka berpendapat bahwa Jepang sama saja dengan Belanda, yaitu sama-sama penjajah dan menindas rakyat. Oleh karena itu muncul ungkapan dalam bahasa Aceh “Tapeucrok bui, Jitamoeng asee”, sehingga kerja sama dengan Jepang hanya bersifat sementara, dan selanjutnya akan di adakan gerakan perlawanan terhadap Jepang.
Akibat bocornya rahasia itu, sejumlah pemmpin PUSA dan pemuda PUSA di tangkap oleh polisi Jepang.
Di antara yang di tangkap itu adalah TEUNGKU ABDUL WAHAB.
----------------
SEJARAH telah mencatat bahwa DAYAH RUHUL FATA didirikan oleh Almukarram SYAIKHUNA TGK. H. ABDUL WAHAB BIN ‘ABBAS BIN SAYA Al-Hadhrami (Abu Seulimeum) pada tahun 1946.
Beliau mendalami ilmu agama Islam pada Almukarram Syaikhuna Tgk. H. IBRAHIM
(Tgk. di Bireuen) AYAHANDA DARI Prof. A. MASJID IBRAHIM. Selanjutnya beliau melanjutkan pengajiannya di DAYAH MUDI MESJID RAYA SAMALANGA tepatnya pada tahun 1936.
Saat itu eatafet kepemimpinan DAYAH MUDI dibawah BIMBINGAN Al-‘Alim AL-MURSYID SYAIKHUNA TGK. H. HANA FIQAH SAMALANGA
(TEUNGKU ABI).
Selama sepuluh tahun beliau menimba ilmu agama, al-Mukarram telah menguasi berbagai macam kitab yang menjadi pedoman pembelajaran, termasuk juga ijazah THARIQAT.
Ketinggian ILMU baik di DUNIA turast klasik mampu tarekat, Almukarram TGK ABI
(ABI HANAFIAH)
melantik ABU WAHAB SEULIMUM SEBAGAI MURSYID THARIQAT
SYATHARIYAH, SHAMADIYYAH DAN KHULUTIYAH.
SOSOK ABU SEULIMEUM merupakan salah seorang ULAMA BESAR yang KHARISMATIK dan disegani serta menjadi rujukan masyarakat untuk menyelesaikan setiap persoalan yang timbul ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
Tentunya hal ini dikarenakan sikap dan akhlaknya yang konsisten berpihak pada kebenaran dan keadilan, kritis terhadap pemerintah yang kurang memperhatikan kaidah dan hukum Islam dalam menjalankan roda pemerintahan.
Pada awal pendirian, dayah ini hanya memiliki beberapa balai pengajian, dimana dirasahnya hanya kepada masyarakat di sekitar dayah, dengan jumlah thalabah pada saat itu lima puluh orang yang di bantu oleh 5 (lima) orang tenaga pengajar, dikenal sebagai dayah Masjid Tuha.
Waktu terus berlalu dan ISTIQAMAHNYA ABU SEULIMUM memimpin DAYAH tersebut dengan MA’UNAH ALLAH dan berkat DOA GURUNYA serta NIAT IKHLAS, singkat cerita DAYAH RUHUL FATA mulai berkembang dan diminati masyarakat bukan hanya di kawasan SEULIMUM dan sekitarnya bahkan LUAR ACEH BESAR.
-----------
MUKARRAM ABU WAHAB SEULIMEUM PENDIRI DAYAH RUHUL l FATA
Para santri yang belajar di DAYAH RUHUL FATA SEULIMEUM TIDAK hanya berasal dari kecamatan Seulimeum tetapi juga berasal dari luar kecamatan bahkan kabupaten, sehingga dayah ini sudah dikenal di seluruh Aceh.
Seiring dengan perkembangannya, dayah Ruhul Fata mendapatkan beragam hambatan baik gejolak politik dan gangguan keamanan dalam negeri, seperti pemberontakan DI/TII di Aceh pada tahun 1953.
PKI pada tahun 1965 dan konflik di Aceh, yang berdampak terhadap terganggunya proses pengajian, berkat ma’unah Allah dan kegigihan serta sifat istiqamah beliau dalam berjuang mempertahankan kebenaran serta menyebarkan ilmu agama.
Almukarram Abu Wahab dengan keberaniannya dalam melawan segala bentuk KEDALAMAN, khurafat dan bid’ah dhalalah (sesat), Alhamdulillah dayah Ruhul Fata tetap menjalankan kegiatan pengajian, bahkan telah berkembang menjadi salah satu dayah terbesar di Aceh yang memiliki peranan penting terhadap kemaslahatan ummat
Almukarram ABU WAHAB SEULIMUM belajar dalam waktu yang lama di Kota Santri Samalanga tepatnya dayah MUDI Samalanga, saat itu dayah dipimpin SYEKH H. HANAFIAH ABBAS yang sering disapa TEUNGKU ABI.
Sang guru Abu Wahab dalam kesehariannnya sibuk dengan dunia "BEUT SEUMEUBEUT ". Tidak sedikit para ulama yang telah alim kembali belajar kepada TEUNGKU ABI.
Wajar estafet kepemimpinan dayah MUDI diserahkan kepada TEUNGKU CHIK DI SAMALANGA TERSEBUT.
ABU WAHAB SEULIMEUM Seulimum memilih dayah MUDI untuk berguru dan menuntut ilmu termasuk mengambil berbagai tarekat dari sosok Sultanul AULIYA TEUNGKU ABI. Keberadaan Abu Wahab Seulimuem merupakan murid langsung (Ashabil Wujuh)
Tgk. Abi yang sangat mengidolakan gurunya.
Tidak mengherankan apabila semua waktu Abu Seulimuem dihabiskan bersama Sultanuk Aulia itu. Hampir setiap pengajian beliau menyebut nama gurunya Tgk. Abi Hanafiah. Banyak kenang-kenangan yang beliau peroleh pada masa menuntut ilmu di dayah MUDI dan belajar pada Tgk. Abi.
Salah satu cerita yang diriwatkan menyebutkan bahwa Ketika
ABU WAHAB SEULIMUM MARAH, ANAK-ANAKNYA TERKADANG MENGINGATKAN ABU,
“ABU, TEUNGKU ABI HANTOM bungeh-bungeh”
(Abu, Teungku Abi tidak pernah marah).
Dengan seketika Abu Wahab terhentak saat mendengar disebut nama gurunya Teungku Abi.
Itulah buah rabitah dan hubungan bathin dengan sosok Tgk Abi. Begitulah kecintaan abu Wahab yang begitu mendalam kepada sosok gurunya Tgk. Abi.
Salah satu wasiat TEUNGKU ABI kepada ABU SEULIMUM,
“GATA TA WOE U GAMPONG SEUMEUBEUT MANTONG,
bek jak mita kaya”
(Kamu ketika pulang kampung fokuskan diri untuk mengajar, jangan sibuk mencari kekayaan).
Pada suatu ketika saat Abu Wahab sudah memiliki dua orang anak, beliau pergi membersihkan kebun, tiba-tiba tangan nya terkena parang (golok).
Saat itu beliau langsung terbayang wajah TEUNGKU ABI dan NASEHAT beliau agar jangan mencari KAYA.
Maka mulai saat itu, Abu Wahab sama sekali tidak lagi berfikir soal mencari rezeki, beliau fokus untuk seumeubeueet (mengajar) seperti diwasiatkan OLEH TEUNGKU ABI.
Juga diceritakan bahwa disamping BELAJAR ILMU AGAMA, ABU SEULIMUM juga sempat BELAJAR ILMU BELA DIRI PADA TEUNGKU ABI.
TEUNGKU ABI dikenal JAGO BELA DIRI (Silet) dan beliau memiliki THARIQAT yang diambil dari gurunya dari DESA MEUKO , ULEE GLEE.
Selain kepada Abu WAHAB SEULIMUM,
ilmu bela diri ini juga diajarkan kepada
TGK. MUHAMMAD JAMIL.
Abu Wahab Seulimum setelah sekian belajar di Samalanga kemudian mendirikan dayah di Seulimum.
Setelah mendirikan dayah Dayah Ruhul Fata didirikan oleh Almukarram Syaikhuna Tgk. H. Abdul Wahhab bin ‘Abbas bin Sayed Al-Hadhrami.
(Abu Seulimeum) pada tahun 1946 dan mengelolanya bahkan putranya TGK . H. MUKHTAR LUTFI (ABON SEULIMUM) yang juga belajar di MUDI SAMALANGA beserta adik lainnya juga ikut membantu mengajar di DAYAH yang didirikan oleh AYAHADANYA.
Namun waktu terus berlalu, akhirnya Tgk. H. Abdul Wahhab berpulang KERAHMATULLAH pada tahun 1996, kepemimpinan dayah dilanjutkan OLEH KARENA ITU PUTRA BELIAU YAITU Almukarram SYAIKHUNA TGK. H. MUKHTAR LUTFI BIN Tgk. H. ABDUL WAHAB BIN ‘Abbas BIN Sayed Al-Hadhrami
(ABON SEULIMEUM).
MOHON MAAF BILA ADA TERSILAP DALAM CATATAN INI.
WALLAHU'AKLAM.
WASSALAM.

Komentar
Posting Komentar